A. Latar Belakang
Profesi guru merupakan salah satu bidang pekerjaan yang mulia dalam mempersiapkan dan mendidik karakter generasi muda bangsa sebagai cerminan negara di masa depan. Seperti apa dan mau dibawa ke mana negara ini bergantung pada kualitas dan karakter anak-anak bangsa kita. Inilah yang menjadi tugas dan tanggug jawab yang diemban oleh sosok guru. Mempersiapkan dan mendidik membutuhkan suatu proses, waktu, dan manajemen yang tepat.
Di era modern ini, marwah guru di mata masyarakat sudah bisa dikatakan sangatlah menurun dibandingkan marwah guru di masa lampau. Di masa dulu, guru dianggap sebagai pahlawan bangsa dan dielu-elukan keberadaannya.
Namun pada masa kini, guru dianggap sebagai suatu pekerjaan rendahan dan dipandang sebelah mata. Dulu, kalau guru memukuli siswanya karena tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah) dan mengadu ke orangtua malah tambah dijewer.
Masalahnya, apakah hanya dengan alasan yang demikian guru pantas dijadikan sebagai pelaku kriminal dan pelanggaran HAM yang lantas diadukan ke kepolisian dan dibui? Jika ini terjadi berarti, guru seolah-olah jadi gampang didikte, dibatasi, dan dikerangkeng keguruannya.
Padahal semua guru menginginkan agar siswanya bisa menjadi anak yang pintar, cerdas, dan berkarakter. Solusi konkret yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama, perlu ditempuh dan dilakukan dengan cara-cara kekeluargaan. Guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa terlebih dahulu berembuk dan mencari jalan keluar yang terbaik.
Kedua, semua pihak perlu menelusuri proses terjadinya kejadian mulai dari awal hingga terjadinya kejadian. Cari akar masalahnya. Supaya masalah menjadi terang benderang.
Ketiga, orang tua siswa harus mengetahui bahwa pendidikan acapkali tidak akan terjadi kalau semua persoalan dilimpahkan kepada guru. Orang tua yang sesungguhnya lebih banyak berperan. Dan yang paling penting tidak menunjukkan arogansi yang berlebihan hingga sampai-sampai membui si guru dan memenjarakannya karena masalah-masalah sepele yang sejatinya bisa diselesaikan.
Keempat, sekolah harus menjalin komunikasi yang intens antara orang tua siswa dan sekolah. Perlu diadakan pertemuan rutin antara kedua belah pihak.
Kelima, tentu guru juga bukan “dewa” yang selalu benar, baik, dan tahu dalam segala hal. Untuk itu, guru juga harus berbenah dan intropeksi diri dan mau belajar dalam meningkatkan kapasitas, dan kompetensinya sebagai guru yang profesional yang patut ditiru, digugu, dan diteladani.
Perlindungan terhadap profesi guru ada empat bentuk menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen . Yang pertama, bentuk perlindungan yang diberikan kepada guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya adalah perlindungan hukum.
Mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak siswa, orang tua siswa, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Cara penyelesaiannya dapat ditempuh dengang cara konsultasi, mediasi, negosiasi dan perdamaian, konsiliasi dan perdamaian, advokasi litigasi atau nonlitigasi. Kemudian, kedua, perlindungan profesi bagi guru.
Mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/ pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Selanjutnya, ketiga, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/ atau risiko lain. Terakhir, keempat, perlindungan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru.
Jadi, dari pemaparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri dan martabat guru menjadi harga mati yang perlu dilindungi dan dijaga dengan baik di manapun dia berada. Dalam PP Nomor 74 Tahun 2008, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswanya maka guru tidak bisa dipidanakan saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswanya.
Ingat bahwa mereka menjadi orang hebat karena siapa? Karena guru. Di Jepang dan negara jiran kita, Malaysia, profesi guru sangat-sangatlah dimuliakan.
B. Pentingnya Perlindungan Guru
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Perlindungan profesi guru sangat penting agar proses pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan tugasnya dengan profesional maka diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat demi mewujudkan guru yang mempunyai martabat dan terlindungi oleh hukum dalam menjalankan profesinya agar tercipta pencapaian kualitas yang maksimal, hal ini sesuai dengan amanah UU Sisdiknas.
Maka harus ada regulasi yang mengatur tentang itu, salah satunya dengan membuat UU tentang perlindungan terhadap profesi pendidik yang substansinya adalah agar guru dalam menjalankan profesinya terlindungi dengan kekuatan hukum dan harus ada pemahaman yang utuh bahwa dalam menjalani proses pendidikan. Guru diberi hak otoritas dalam mendidik peserta didik, jika perlu ada fit and proper test untuk menjadi seorang guru, agar dunia pendidikan tidak lagi disibukan dengan ulah guru yang tidak mengerti esensi dalam mendidik.
Secara yuridis, UU Perlindungan Guru telah termuat dalam UU No 14/ 2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
Adapun maksud perlindungan profesi yang diamanatkan dalam UU No. 14/ 2005 tentang guru adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/ pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugasnya.
Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya. Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi guru/dosen seringkali lepas dari perhatian.
Kita tidak menutup mata terhadap tindakan oknum guru yang kurang mendidik dengan memberikan hukuman di luar nilai pendidikan. Mereka meletakkan peserta didiknya sebagai penjahat yang harus dihabisi, bukan sosok yang perlu dibimbing dan diperbaiki.
Demikian pula sikap orang tua/ masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengahntarkan peserta didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan.
Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan guru dalam menghadapi murid yang bersalah, sebelum mereka menetapkan hukuman, yaitu;
Pertama, perlu memberikan laporan kepada orang tua murid perihal prilaku anak mereka dengan cara pemanggilan secara langsung. Tahapan ini dilakukan sebanyak 2 kali dengan ikut melibatkan guru BK.
Kedua, bila selama 2 kali pemanggilan tidak menunjukan perubahan dan kerjasama yang baik, seorang guru bisa memberikan hukuman dengan syarat : (1). Hukuman tidak pada tempat yang vital. (2) hukuman dilakukan dalam bentuk yang mendidik. (3) hukuman dilaksanakan secara adil dan ikut mempertimbangkan aspek psikologis peserta didik.
Bila UU No 20/2003 menuntut pencapaian kualitas yang maksimal, menuntut pendidik menjadi profesional, seyogyanya diiringi dengan adanya UU Profesi Pendidik. Meskipun dalam UU No 14/2005 secara tegas telah melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam dataran implementasi kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib guru/ dosen sebagai tenaga pendidik.
Untuk itu, sudah pada saat dan tempatnya jika guru/ dosen membangun kekuatan solidaritas untuk mendorong pemerintah memperbaiki kondisi kerja guru dan melindungi profesi mereka dengan kekuatan hukum yang jelas.
Sebagai sebuah profesi, dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan tata aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar mereka selain memperoleh rasa aman, juga memiliki kejelasan tentang hak dan kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik sebagai manusia, pendidik, dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya.
Secara eksplisit dan khusus, perlindungan bagi guru yang dimaksud di atas termaktub dalam pasal 39. Dalam pasal 39 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan: (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. (4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pan
dangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/ atau risiko lain.
Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: (a) tindak kekerasan; (b) ancaman, baik fisik maupun psikologis; (c) perlakuan diskriminatif; (d) intimidasi; dan (e) perlakuan tidak adil.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/ pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Secara rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini. (a). Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan bakatnya. ( b). Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (c) Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (d). Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (e). Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar. Kemudian, (f). Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan. (g).
Setiap guru memiliki kebebasan untuk: (1) mengungkapkan ekspresi; (2) mengembangkan kreatifitas; dan (3) melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran. (h). Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. (i). Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman. ( j). Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi: (1) substansi; (2) prosedur; (3) instrumen penilaian; dan(4) keputusan akhir dalam penilaian. (k). Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: (1) penetapan taraf penguasaan kompetensi; (2) standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan; dan (3) menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan; partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
Perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas, yaitu: a). Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah. b). Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas. c). Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap: risiko gangguan keamanan kerja; risiko kecelakaan kerja; risiko kebakaran pada waktu kerja; risiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.
Lalu, d). Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. e). Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat: kecelakaan kerja; kebakaran pada waktu kerja; bencana alam; kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. d) Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat bahaya yang potensial, kecelakaan akibat bahan kerja, keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya, frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja, risiko atas alat kerja yang dipakai, dan risiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
Perlindungan hukum terhadap guru diwujudkan dengan menyerahkan guru yang diadukan atau diinformasikan menyimpang kepada dewan kehormatan organisasi profesi guru terlebih dahulu. Jika terdapat unsur-unsur pidana, organisasi profesi guru itu meneruskan laporan ke penyidik sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar: a). Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya. b).Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerjasama. c). Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin. d). Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional. e).Pembayaran gaji atau honorariurn guru yang tidak wajar. f). Arogansi oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, dan siswa terhadap guru. Seterusnya, g) Mutasi guru secara tidak adil dan atau semena-mena. h).Pengenaan tindakan disiplin terhadap guru karena berbeda pandangan dengan kepala sekolahnya. i).Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau di tempat (sekolah) yang rusak.
Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat Profesi Pendidik bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan Cabang LKBH-PGRI melakukan beberapa upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi, advokasi, mediasi, dan/atau bantuan hukum kepada guru.
Dengan adanya Subsidi Perlindungan Hukum bagi guru/ blockgrant untuk LKBH PGRI diharapkan: j) Bertindak aktif memberikan perlindungan hukum bagi guru, baik diminta maupun tidak diminta. h). Melaksanakan tugas perlindungan hukum sesuai dengan akad kerjasama. i). Menyebarluaskan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban guru. j) Memberi nasihat kepada guru yang membutuhkan. e). Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan guru. f). Membantu guru dalam memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan guru.
Beberapa kepengurusan PGRI di daerah sudah mulai membentuk LKBH-PGRI ini dan melaksanakan aktivitas perlindungan bagi guru dalam profesinya, khususnya mengenai perlindungan hukum bagi guru. Hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng.
Oleh karena itu, hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Di samping itu, perlindungan hukum bagi guru menjadi sangat signifikan agar guru dapat menjalankan perannya tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Hal ini memberi pengertian bahwa perlindungan guru dalam profesinya memerlukan upaya dan perjuangan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
C. Kesimpulan
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya.
Perlindungan bagi guru termaktub dalam pasal 39, meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang ini telah merumuskan lingkup perlindungan terhadap guru namun secara yuridis-normatif konsep perlindungan tersebut mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan operasional atau aplikatif.
9 Comments
Terima kasih
ReplyDeleteGuru memang harus di lindungi
ReplyDeleteguru telah memikirkan yang terbaik buat anak anak kita gan
ReplyDeleteTerima kasih laman 24
ReplyDeleteguru harus diberi payung hukum yang jelas dan adil
ReplyDeleteagat guru dapat melaksanakan tugas dengan sebaik baiknya
DeleteKabar baik buat guru
ReplyDeletebenar-benar menjadi good news buat para pejuang pendidikan sebagai garda terdepan dalam memajukan bangsa dan negara
ReplyDeletememang sudah menjadi kewajiban pemerintah
ReplyDelete